Potensi ZIS umat Islam menyentuh angka puluhan triliun. Namun, yang bisa dihimpun tidak bisa mencapai angka puluhan triliun. Ada kesenjangan antara potensi laten dengan potensi manifes.
Hal ini disampaikan oleh Prof. Haedar Nashir dalam Public Expose Indeks Literasi Zakat Warga Muhammadiyah yang digelar oleh Lazismu, Sabtu (27/2). Menurut Haedar, kesenjangan seperti ini sering terjadi. Tidak hanya dalam dunia ZIS, namun juga dalam perilaku umat Islam sehari-hari dalam hal keberagamaan.
Dalam hal ini diperlukan muhasabah tentang kondisi umat Islam. Padahal, dalam Islam, hati, ucapan, dan perbuatan harus berbanding lurus. Termasuk ketika memperjuangkan amar ma’ruf nahi munkar.
“Ada pepatah yang berbunyi “lisanul hal afsahu min lisanil maqol.” Perbuatan nyata lebih valid, lebih sahih, dan lebih mudah dilihat daripada kata-kata, retorika, dan klaim narasi. Sesuatu yang terjadi dan nyata itu tidak bisa dimanipulasi,” ujar Haedar.
Umat Islam, secara kuantitas mayoritas. Namun, umat Islam yang mayoritas, di dalam realitas kehidupan belum menunjukkan kesesuaian antara kuantitas dan kualitas. Haedar mengaku bahwa di bidang politik kebangsaan, sosial budaya, kehidupan keagamaan, dan ekonomi umat Islam justru tertinggal.
“Kualitas ekonomi umat Islam mayoritas masih menengah ke bawah. 100 orang kaya, yang kaya dari umat Islam itu paling hanya 10. Tetapi kalo bicara 100 orang miskin, insyaAllah 90 di antaranya adalah umat Islam,” imbuhnya.
Faktanya, imbuh Haedar, realisasi ZIS selalu tidak bisa sesuai dengan potensi yang ada. Misalnya ketika pemerintah meluncurkan program wakaf tunai, asumsinya bisa ratusan triliun. Tetapi, yang betul-betul bisa dihimpun masih sangat sedikit.
Menurut Haedar, kondisi ini menjadi faktor utama dengan lemahnya ekosistem ZIS. Bahwa jumlah kuantitas tidak sama dengan kualitas. Kemampuan ekonomi yang lemah akan mempengaruhi kemampuan politik umat. Di negara yang masyarakatnya berpenghasilan tinggi, negaranya menjadi negara maju.
Di sisi lain, Haedar menambahkan bahwa masih ada kemungkinan agar umat bersatu untuk bersama-sama memperkuat ekonomi.
Haedar juga berpesan agar pendekatan yang dilakukan oleh Lazismu kepada masing-masing kelompok dibedakan. Misalnya, untuk masyarakat menengah yang ingin melakukan aktualisasi diri, perlakuannya berbeda dengan masyarakat bawah yang masih berkutat pada basic need.
“Jangan sampai kita menjadi orang marjinal yang membenci orang-orang yang kaya dan berkuasa. Di masyarakat banyak yang tidak suka terhadap orang kaya atau berkuasa. Selalu berpikir bahwa mereka kaya karena ini dan itu. Ini cermin kegagalan kita,” ujar Haedar. (Lazismu(dot)org)